Rumah warisan sering menjadi simbol sejarah keluarga dengan nilai sentimental tinggi bagi ahli waris. Namun, pengelolaan yang buruk dapat berisiko serius, termasuk pengambilalihan oleh pemerintah. Berdasarkan peraturan di Indonesia, properti yang terbengkalai atau tidak terurus dalam waktu tertentu dapat dianggap tanah terlantar. Dalam kasus ini, negara berhak mengambil alih kepemilikan demi kepentingan umum atau penataan ruang.

Status rumah warisan yang tidak jelas, seperti belum dibaliknama atau tidak dibayar pajaknya, dapat memicu intervensi pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2021, tanah terlantar dapat dicabut hak kepemilikannya. Ketidakhadiran dokumen sah, seperti sertifikat yang belum diperbarui, memperbesar risiko tersebut.
Untuk menghindari hal ini, ahli waris disarankan menyelesaikan administrasi legal, seperti balik nama sertifikat, pembagian waris yang sah, dan pelunasan pajak. Pemanfaatan rumah sebagai tempat tinggal atau investasi juga memperkuat posisi kepemilikan dan menjauhkannya dari kategori tanah terlantar. Ini melindungi hak waris serta menjaga nilai ekonomi dan sosial aset warisan.
Masyarakat perlu memahami bahwa warisan bukan hanya soal kepemilikan, tetapi juga tanggung jawab. Rumah warisan yang dibiarkan tanpa pengelolaan berisiko kehilangan status hukum dan beralih menjadi milik negara. Melalui tindakan proaktif dan kesadaran hukum, risiko ini dapat dihindari, memastikan nilai historis dan keluarga tetap terjaga untuk generasi mendatang. (Fio/2025)