Hari Buruh Internasional, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, menjadi momentum penting bagi para pekerja di seluruh Indonesia untuk menyuarakan aspirasi dan menuntut perbaikan kondisi kerja yang lebih adil, manusiawi, dan berkelanjutan. Tahun ini, gerakan buruh menyampaikan enam tuntutan utama kepada Presiden sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan kebijakan ketenagakerjaan nasional.

1. Para buruh mendesak penghapusan sistem outsourcing yang selama ini dianggap menjadi sumber ketidakpastian kerja, eksploitasi, dan pengurangan hak-hak dasar pekerja.
2. Tuntutan upah layak menjadi sorotan utama dalam peringatan Hari Buruh tahun ini. Buruh meminta pemerintah memastikan bahwa penetapan upah minimum didasarkan pada kebutuhan hidup layak dan memperhitungkan inflasi serta pertumbuhan ekonomi.
3. Para buruh menuntut pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK. Satgas ini diharapkan menjadi lembaga yang responsif, independen, dan mampu menyelesaikan konflik PHK secara cepat dan adil, sekaligus mencegah praktik-praktik pemutusan kerja yang sewenang-wenang.
4. Buruh menuntut agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, dengan substansi yang lebih berpihak pada perlindungan hak-hak pekerja, peningkatan kesejahteraan, serta keadilan dalam hubungan kerja.
5. Pekerja rumah tangga merupakan kelompok pekerja yang selama ini kurang mendapatkan perlindungan hukum. Oleh karena itu, buruh mendesak disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai bentuk pengakuan negara terhadap martabat, hak, dan keselamatan para pekerja di sektor domestik.
6. Tuntutan keenam menyoroti pentingnya keberanian politik pemerintah dalam memberantas korupsi. Buruh menilai bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset merupakan langkah krusial untuk memperkuat upaya pemulihan kerugian negara dan menciptakan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Enam tuntutan ini merupakan refleksi konkret dari kondisi ketenagakerjaan di Indonesia yang masih menghadapi berbagai persoalan struktural. Para buruh berharap Presiden merespons dengan kebijakan nyata, tidak hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap pekerja, tetapi juga sebagai investasi sosial untuk masa depan bangsa yang lebih adil dan sejahtera. (Fio/2025)