Mulai tahun 2026, dokumen seperti girik, letter C, letter D, dan dokumen kepemilikan lain di luar sertifikat resmi tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah. Aturan ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2021. Peraturan ini telah berlaku sejak Februari 2021 dan diberi batasan hingga akhir tahun 2025 untuk pembaharuan dokumen. Setelah batas waktu yang ditentukan dokumen tersebut hanya akan berlaku sebagai petunjuk lokasi.
Dokumen girik, letter C dan letter D adalah dokumen-dokumen tradisional Indonesia yang dulu dianggap sebagai bukti kepemilikan tanah. Namun, sebenarnya dokumen tersebut hanya menunjukkan bukti pembayar pajak dan kepemilikan sementara di tingkat desa/kelurahan. Dokumen ini juga tidak memiliki kekuatan sebagai sertifikat tanah dan kekuatan hukum.
Pemerintah menghapus penggunaan girik, letter C, letter D, dan dokumen sejenis karena dianggap menimbulkan banyak masalah. Selama ini, dokumen non-sertifikat sering menimbulkan sengketa, tumpang tindih klaim kepemilikan, hingga menyulitkan proses jual beli tanah. Dengan adanya sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kepemilikan tanah bisa diakui secara sah, memiliki kekuatan hukum, dan memberikan kepastian bagi pemiliknya.
Bagi pemilik tanah yang masih menyimpan girik, letter C, letter D, atau dokumen sejenis, setelah 2026 tanah tersebut tidak lagi diakui secara sah karena dokumen lama hanya berfungsi sebagai petunjuk lokasi. Akibatnya, tanah tidak bisa digunakan sebagai dasar jual beli, agunan di bank, atau bukti kepemilikan resmi. Untuk menghindari risiko tersebut, pemilik tanah wajib segera mengurus sertifikat ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proses ini dapat dilakukan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan menyiapkan dokumen pelengkap seperti KTP, KK, SPPT PBB, hingga dokumen waris bila diperlukan. Semakin cepat diurus, semakin terjamin pula kepastian hukum atas kepemilikan tanah. (Sha/2025)