Basement alias ruang bawah tanah cukup populer di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Ruangan tambahan ini bahkan multifungsi, selain untuk menyimpan barang-barang juga dimanfaatkan untuk area laundry, ruang karaoke atau home theater bahkan juga dimanfaatkan sebagai kamar tidur tambahan.

Namun, di Indonesia, rumah dengan basement masih terbilang langka. Mengapa demikian? Berikut beberapa alasan utamanya:

1. Kondisi Tanah dan Struktur Geologi

Indonesia memiliki struktur tanah yang bervariasi, mulai dari tanah liat hingga tanah berpasir. Di beberapa wilayah, tanahnya cenderung lunak dan berair, sehingga menggali basement bisa sangat berisiko. Selain itu, Indonesia berada di area cincin api Pasifik yang rawan gempa. Struktur tanah yang tidak stabil ini membuat pembangunan basement memerlukan fondasi yang sangat kuat agar aman dari risiko pergeseran tanah dan retakan struktur.

2. Biaya Konstruksi yang Mahal

Membangun basement membutuhkan teknik konstruksi yang lebih kompleks dibandingkan ruang di atas tanah. Mulai dari pengerukan tanah, penguatan dinding penahan, hingga sistem drainase yang canggih agar terhindar dari banjir. Semua itu tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ditambah lagi, penggunaan material tahan air dan anti bocor juga meningkatkan anggaran pembangunan secara signifikan.

3. Risiko Banjir yang Tinggi

Alasan lainnya mengapa rumah di Indonesia jarang membangun basement, karena Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi dan sering kali mengalami banjir, terutama di daerah perkotaan dengan sistem drainase yang kurang memadai. Basement yang berada di bawah permukaan tanah sangat rentan tergenang air saat hujan deras. Oleh karena itu, banyak orang enggan membangun basement untuk menghindari risiko kerusakan akibat banjir.

4. Budaya dan Kebiasaan Arsitektur

Secara budaya, masyarakat Indonesia tidak terbiasa dengan konsep basement. Dalam desain rumah tradisional maupun modern, ruangan tambahan biasanya ditempatkan di lantai atas atau loteng (attic). Justru dalam hal budaya dan kebiasaan di Indonesia banyak yang membangun rumah panggung. Model rumah panggung ini sebagai cara masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya yang mendapatkan curah hujan tinggi dan sering alami banjir. Selain itu, lahan yang luas di beberapa daerah memungkinkan pengembangan ruang secara horizontal tanpa perlu menggali ke bawah.

5. Izin dan Regulasi yang Rumit

Membangun basement di Indonesia sering kali menghadapi regulasi yang ketat, terutama di area perkotaan. Persyaratan teknis, seperti ketahanan gempa dan drainase, harus dipenuhi untuk mendapatkan izin pembangunan. Proses pengurusan izin yang rumit dan biaya tambahan untuk konsultasi ahli struktur membuat banyak orang mengurungkan niat untuk membangun basement.

6. Alternatif Ruang Penyimpanan yang Lebih Praktis

Di Indonesia, ruang penyimpanan umumnya ditempatkan di gudang atau attic (loteng). Ini dianggap lebih praktis dan ekonomis dibandingkan membangun basement yang memerlukan teknik konstruksi khusus. Selain itu, garasi di samping atau depan rumah juga sering dimanfaatkan sebagai ruang penyimpanan tambahan.

Jadi meskipun memiliki keuntungan sebagai ruang tambahan, basement jarang dibangun di rumah-rumah Indonesia karena faktor kondisi tanah yang kurang mendukung, biaya konstruksi yang mahal, risiko banjir, hingga budaya arsitektur yang lebih mengutamakan pengembangan ruang ke atas atau ke samping. Namun, dengan perkembangan teknologi konstruksi dan kebutuhan ruang yang semakin meningkat, bukan tidak mungkin tren basement akan berkembang di masa depan. (AT/2025)

Author

Write A Comment